Pucuk Pohon Bambu, Bao
Bao mencoba setiap hari. Pertama, ia melompat. Gagal. Ia terpeleset dan jatuh ke rumput. Lalu, ia mencoba memanjat, mencengkeram batang bambu dengan cakarnya. Gagal lagi. Tangannya terlalu kecil, licin, dan ia meluncur ke bawah. Teman-temannya, panda lain yang lebih besar, sudah bisa memanjat dengan mudah untuk mencapai pucuk bambu yang paling lezat. Mereka menatap Bao dengan sedikit rasa kasihan.
Setiap kali jatuh, lutut Bao sedikit sakit, dan hatinya sedikit murung. "Kenapa sulit sekali?" bisiknya suatu sore, duduk lesu di dekat pohon. "Aku sudah mencoba berkali-kali. Rasanya tidak mungkin."
Nenek Panda yang bijaksana, yang sedang mengunyah bambu di dekatnya, mendengar keluhan Bao. Ia tersenyum lembut. "Bao, ingatlah Nak, hidup tak selalu mudah. Kadang kita harus mencoba berkali-kali sebelum berhasil. Itu seperti menanam tunas bambu. Kita harus menyiramnya setiap hari, bahkan jika kelihatannya tidak ada perubahan. Tapi, selalu ada harapan."
"Tapi aku terus gagal, Nenek," keluh Bao. "Aku sudah jatuh berkali-kali."
Nenek Panda mengangguk. "Itu tidak apa-apa. Tetaplah melangkah, sekecil apa pun usahamu, itu tetap berarti. Bahkan satu kali kepalan cakar yang lebih kuat, atau satu sentimeter lebih tinggi dari sebelumnya, itu adalah kemajuan. Sama seperti saat hujan deras, rasanya gelap dan kita tidak bisa melihat apa-apa. Tapi setelah hujan, pasti ada pelangi. Setelah kesulitan, akan ada keberhasilan."
"Masa depanmu pantas diperjuangkan, Bao," lanjut Nenek Panda. "Jika kamu menyerah sekarang, kamu tidak akan pernah tahu seberapa tinggi kamu bisa memanjat. Teruslah mencoba, bahkan jika harus jatuh berkali-kali. Setiap kegagalan adalah pelajaran."
Kata-kata Nenek Panda memberi Bao semangat baru. Besoknya, ia kembali ke pohon bambu. Kali ini, ia tidak hanya mencoba memanjat. Ia mengamati pohon itu lebih dekat. Ia mencari dahan kecil yang bisa dijadikan pijakan. Ia mencoba melompat lebih tinggi, mengayunkan tubuhnya sedikit sebelum mencengkeram.
Satu kali ia tergelincir. Dua kali ia terpeleset. Tiga kali ia hampir sampai, tapi tangannya licin. Tapi kali ini, Bao tidak menyerah. Setiap kali jatuh, ia memikirkan kata-kata Nenek Panda. Ia tahu, perjuangannya ini akan membawa hasil, seperti pelangi yang muncul setelah badai.
Dengan tekad bulat, Bao mencoba lagi. Ia menguatkan cakarnya, mendorong tubuhnya ke atas dengan sekuat tenaga. Satu langkah. Dua langkah. Keringat membasahi dahinya, otot-otkasnya terasa pegal. Perlahan tapi pasti, ia naik. Lebih tinggi dari sebelumnya. Lebih tinggi dari hari kemarin.
Akhirnya, dengan satu dorongan terakhir, Bao berhasil mencapai dahan pertama! Ia terengah-engah, tapi senyum lebar merekah di wajahnya. Ia melihat ke bawah, teman-temannya menatapnya dengan takjub. Kemudian, ia melihat ke atas, pucuk pohon bambu tertinggi itu terasa sedikit lebih dekat. Ia tahu ini baru permulaan.
Bao tidak berhenti di situ. Dengan semangat baru, ia terus berlatih setiap hari, memanjat dahan demi dahan. Ia masih terjatuh sesekali, tapi ia tidak lagi putus asa. Ia tahu, setiap jatuh adalah bagian dari perjalanan. Dan akhirnya, suatu pagi yang cerah, matahari bersinar terang di puncak gunung, Bao berhasil! Ia mencapai pucuk pohon bambu tertinggi, menatap seluruh hutan dari ketinggian. Angin menerpa wajahnya, dan ia merasa bangga.
Ia teringat perjuangannya, kegagalannya, dan kata-kata bijak Nenek Panda. Ia tahu bahwa hidup tak selalu mudah, tapi selalu ada harapan. Ia telah membuktikan bahwa sekecil apa pun usahanya, itu tetap berarti, dan bahwa masa depannya pantas diperjuangkan.
Komentar